Selasa, 07 Agustus 2012

safari pantai


Sip Kan Hari Mu Ding Lah

GORESAN SABTU 4 AGUSTUS 2012, 14 Ramadan 1433 H
MY WORD IS MY BOND
     Praktik berbicara yang tiap saat diantara kita sejatinya sebagai ajang bersosialisasi, menggali informasi, dan saling memahami. Keterampilan berbicara kadang membuahkan hasil dan tak sedikit yang mencelakan. Contoh nyata seorang motivator – yang kadang modal bicara dan menguasai tip dan trik – yang bisa menghidupi bahkan hidup mewah dengan mempresentasikan pengetahuanya dan menggugah pendengarnya.
     Dari seungguk daging yang dinamakan bibir itulah berawal mengaktifkan suara. Entah berapa kalimat yang saya telorkan tiap harinya. Entah berapa banyak orang yang kita ajak bicara. Entah berapa kali bicara kita tergelincir. Entah berapa kali kalimat kita menusuk dan manyayat hati orang – seperti Mulutmu Harimau - yang membuat sakit hati. Semua ini perlu jadi renungan.
     Ustad Sahrani (kalau tidak salah,red) yang tiap hari mengajari ilmu alat (nahu) di Pondok Pesantren Al Falah Banjarmasi, sori tahunnya ane dah lupa, berujar. Tiap hari kita harus mawas diri. Sebelum berbicara beliau menasihati santrinya.”Dilihat, dipikir, ditimpang keperluaannya, baru bicara,” itulah kira-kira penggalan kalimat yang beliau sampaikan kepada kami saat masih tsanawiyah waktu itu.
     Berbicara merupakan tindakan alamiah tiap manusia yang hidup, kita sudah diajak berbicara dari dalam rahim oleh seorang ibu. Pembicaraan adalah aktivitas sosial yang selalu, dan selalu diulang tiap hari tanpa lelah dan jenuh. Syaratnya, kita  dilarang menyebarkan fitnah, menebar gosip, mengompor-ngompori dan ikut memperkeruh masalah. Intinya, MY WORD IS MY BOND, frasa dari orang yang berucap dan menandakanan bicaranya adalah jaminan mutu.
     Bagaimana bicara yang sulit digenggam. Nabi Muhammad Saw memberikan ciri itu sebagai orang munafik yang selalu menebar dusta kala berbicara, sulit menepati janji, dan tak ahli memikul amanah. Dalam sejarahnya, beliau tidak pernah berbohong seumur hidupnya, ya iya lah, kalau nabi pernah bohong berarti agama kita juga agama boongan dong,,,,,,,,,,hehe hehe hehe.
     Ditengah kesibukan menjalankan profesi wartawan, Saya sangat takut berkata bohong diantara cerita yang bisa saja diumbar. Berat sih, tapi saya sudah berkomitmen tidak akan bohong dan tergelincir dengan kata-kata dusta. Bagaimana menjadi terdepan kalau tiap hari selau terselip perkataan bohong.
     Mereka kenal dengan saya apa adanya, bukan ada apanya, dan ada ada apanya, karena perkataan saya, saya tidak butuh dan ingin dikatakan sok baik demi citra – yang butuh citra hanya politisi – yang baik. Sebagai seorang reporter, perkataan yang dibawanya merupakan keterwakilan brand media yang menjadi latar belakangnya.
     Jadi mulai detik ini, saya mengajak diri saya sendiri, mari kita bicara jujur. Kejujuran adalah pondasi awal untuk meraih sukses dalam kehidupan dunia dan akhirat. Apalah artinya harta, takhta, wanita tapi di bangun dengan atas dasar dusta. Tidak sulit mencari jodoh teladan, cukuplah Baginda Nabi Muhammad Saw orangnnya. Beliau inilah yang dikatakan Al Amin yang artinya manusia jujur.
     Akhirnya, semoga kita yang jadi pemimpin (diri sendiri, keluarga, masyarakat) bisa jujur sesuai syariat. Indahnya kejujuran itu namun disampaikan di momen yang tepat. Tak selamanya orang jujur itu dibenci. Tidak berbohong adalah kebutuhan ruh ini. Tiap ruh yang tidak pernah bohong, ternyata lebih berizi, sinarnya terlihat dari pancarannya di wajah si manusianya.
     Sebagia penutup. Sebagai seorang wartawan dalam bertugas hanya berbicara, bertanya, kadang berdebat namun penutupnya harus manis, berjabat tangan. Simbol jabat tangan merupakan gambaran kode etik jurnalistik yang menggabarkan kita tidak boleh mengabarkan berita bohong. Artinya bicara kita juga bohong. IMHO.

Label: